spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaNewsDibayangi Oligarki: Pemimpin yang Kehilangan Integritas

Dibayangi Oligarki: Pemimpin yang Kehilangan Integritas

Oleh: Ikel Paga

DetailNews.id – Proses seleksi calon pengurus baik dalam organisasi maupun birokrasi pemerintahanid ealnya mencerminkan prinsip keadilan, transparansi, dan profesionalisme. Namun, ketika proses tersebut dijalankan tanpa alasan yang jelas dalam menolak kandidat, disertai ketidakjelasan mekanisme prosedural serta praktik penerimaan yang tidak selektif, maka yang tampak justru adalah gejala kelemahan manajemen birokrasi.

Ketika ketidaktransparanan menjadi kebiasaan yang dibungkus dalam narasi kebenaran, itu menandakan kegagalan birokrasi dalam mewujudkan prinsip dasar integritas.

Seorang bijak pernah berkata:

“Setiap orang mampu berbicara tentang integritas, tapi tidak semua berjiwa integritas.”

Berintegritas bukan hanya soal berbicara tentang kejujuran dan etika. Ia adalah jiwa yang dibentuk oleh ketulusan, pengorbanan, kepedulian, dan rasa tanggung jawab. Integritas tidak lahir dari ambisi kekuasaan, melainkan dari kesadaran akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas dan wewenang.

Sayangnya, dalam praktiknya, seleksi pengurus seringkali dijalankan tanpa kejelasan prosedural. Ketika regulasi dilewati atau bahkan diabaikan, maka hasil yang diperoleh patut dipertanyakan validitasnya. Ketidaksiapan dan ketidakjelasan ini menjadi cermin kegagalan penyelenggara dalam memastikan proses yang objektif dan akuntabel.

Lebih parah, penerimaan kandidat yang tidak aktif hanya karena faktor non-kapasitas seperti kedekatan personal atau afiliasi kelompok menunjukkan adanya praktik oligarki yang tumbuh subur. Ini bukan hanya merusak kultur organisasi, tetapi juga mematikan potensi regenerasi dan inovasi. Ketika yang diangkat bukan mereka yang berdedikasi, melainkan mereka yang “dekat dengan kekuasaan”, maka organisasi tengah digiring menuju stagnasi.

Penerimaan calon pengurus tanpa indikator yang jelas menjadikan proses seleksi bias, tidak profesional, dan tidak adil. Ini adalah bentuk nyata pengabaian terhadap potensi individu yang layak, serta indikasi kuat bahwa keputusan diambil berdasarkan kepentingan kelompok kecil oligarki bukan atas dasar visi besar organisasi atau birokrasi.

Oligarki dalam kepengurusan adalah ancaman serius. Ia menyingkirkan semangat kolektif, menggantinya dengan dominasi kelompok yang merasa paling berhak menentukan arah. Ketika keputusan hanya diambil oleh segelintir orang tanpa mempertimbangkan suara mayoritas, maka integritas organisasi telah dikhianati.

Lebih dari itu, praktik semacam ini menciptakan kesenjangan antara mereka yang bekerja dengan sepenuh hati, dan mereka yang sekadar “menumpang nama”. Dalam jangka panjang, hal ini tidak hanya merusak produktivitas, tetapi juga mematikan semangat inovasi.

Oleh karena itu, reformasi dalam sistem seleksi dan kepengurusan merupakan kebutuhan mendesak. Tanpa perubahan menyeluruh, birokrasi dan organisasi hanya akan menjadi panggung bagi segelintir orang yang menikmati kekuasaan, sementara tujuan utama dan nilai-nilai idealisme perlahan terkubur.

Seperti yang pernah dikatakan secara satir:

“Jika ketidaktahuan adalah kebahagiaan, maka kamu pasti orang paling bahagia di planet ini.”

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments