- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaHukum & KriminalKSBSI Serahkan Kertas Posisi Bisnis dan HAM ke Kementerian HAM, Tegaskan Perlindungan...

KSBSI Serahkan Kertas Posisi Bisnis dan HAM ke Kementerian HAM, Tegaskan Perlindungan Hak Buruh

DetailNews.id, Jakarta – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyerahkan Kertas Posisi Bisnis dan HAM kepada Kementerian HAM RI, Kamis (20/11/2025), menegaskan komitmen organisasi dalam mengawal hak buruh dan mendorong regulasi HAM yang lebih kuat di tempat kerja.

Hadir Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, perwakilan Federasi Afiliasi diantaranya Maria Emeninta Koordinator ACVi Asia, Sulistri Sekretaris Jenderal DPP FSB KAMIPARHO, Edward Marpaung Sekretrais Jenderal F LOMENIK, Carlos Rajagukguk Ketua Umum DPP FSB NIKEUBA.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban berterima kasih, mengapresiasi Wakil Menteri yang bersedia meluangkan waktunya untuk menerima kunjungan KSBSI.

“Mengenai regulasi tentang isu Human Rights Due Diligence atau uji tuntas hak asasi manusia melalui program Prisma yang saat ini kementerian sedang kembangkan. Kami berkomitmen untuk tetap mengawal dan membuka diri untuk berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan,” kata Elly dikutip dari ksbsi.org.

Wamen HAM RI, Mugiyanto menyambut baik atas kunjungan KSBSI, Ia juga mengapresiasi kerja-kerja KSBSI terutama dalam isu Bisnis dan HAM. Kementerian akan membuka ruang untuk berkolaborasi terutama dengan serikat buruh.

Dalam kesempatan tersebut, KSBSI diberikan kesempatan untuk mengunjungi ruang pengaduan yang diberi nama ruang Marsinah sebagai penghargaan tertinggi HAM, untuk Marsinah yang belum lama ini ditetapkan sebagai Pahlawan Naional Indonesia atas perjuangannya menegakkan hak buruh dan keadilan sosial.

KSBSI memaparkan dan menyerahkan kertas posisi KSBSI terhadap Bisnis dan HAM kepada Wakil Menteri HAM RI. KSBSI mengapresiasi langkah persuasif pemerintah menginisisasi Prepres No. 60 tahun 2023 sebagai tindak lanjut RAN BHAM 2011 dan segera merencanakan Perpres pengantinya karena menjelang berakhir masa berlakunya.

Pelanggaran hak buruh di tempat kerja terus meningkat dan usaha pemerintah melalui inisiatif PRISMA dan Stranas BHAM akan berkontribusi melakukan upaya perbaikan.

Namun begitu, ada beberapa hal menurut pengamatan KSBSI memerlukan upaya lebih serius dan komprehensif, dalam beberapa poin berikut:

  1. Kebijakan: Diperlukan segera aturan baru pengganti Perpres No. 60/2023, bila memungkinkan dalam bentuk yang lebih kuat seperti Undang-Undang. Indonesia memungkinkan untuk memiliki gebrakan kuat seperti Jepang dan Korea yang telah menginisiasi regulasi Human Right Due Diligence.
  2. Partisipasi dan Inklusi: Selama ini hak buruh tidak dianggap sebagai bagain dari Hak Azasi Manusia oleh karenanya pelanggaran hak buruh dianggap sebagai ranah khusus ketenagakerjaan sehingga pelanggaran hak buruh semakin massif dan berdampak terhadap kelangsungan hidup buruh dan keluarganya, berpotensi mengurangi martabat kemanusiaan dan kualitas buruh/pekerja. Sayangnya selama ini keterlibatan serikat buruh yang merepresentasikan kelompok ini tidak dianggap sebagai hal yang penting dan bermakna, terbukti dari absennya serikat buruh dalam penyusunan Prepres No. 60/2023 maupun dalam Gugus Tugas BHAM dan juga dalam proses Prepres pengganti saat ini.
  3. Sifat dan cakupan penilaian HAM (PRISMA): Inisiatif terdahulu bersifat voluntary (sukarela), maka untuk peningkatan kualitas program pemerintah ini perlu ditingkatkan menjadi mandatory (bersifat wajib). Proses ini dapat dilakukan secara bertahap: misalnya diprioritaskan pada Perusahaan Multinasional berskala besar dan BUMN berdasarkan jumlah tenaga kerja atau besaran permodalan. Setelah periode tertentu, misalnya 6 bulan dievaluasi dan selanjutnya ditingkatkan pada perusahaan MNCs berskala menengah dan seterusnya. Cakupan penilaian terhadap rantai pasok perlu mendapat prioritas khusus yang juga dapat dilakukan secara bertahap tier 1,2, 3 dst.
  4. Indikator penilaian: 13 elemen penilaian PRISMA dengan aspek ketenagakerjaan yang cukup banyak telah cukup baik, namun ke depan diperlukan ketegasan sub indikatornya yang memperjelas perwujudan standar utama ILO, misalnya pengecekan keberadaan Serikat Pekerja/Buruh, ada/tidaknya PKB (Perjanjian Kerja Bersama), berlakunya Struktur Skala Upah, adanya Paniatia K3 di perusahaan dll.
  5. Mekanisme komplain dan remedy: Inisiatif pemerintah akan menjadi lebih bernilai dengan ketersediaan mekanisme komplain dalam hal terjadi pelanggaran HAM di tempat kerja. Diperlukan mekanisme komplain yang objektif dan memiliki nilai remedy sebagai kompensasi atas kerugian yang dialami korban. Dalam hal ini dialog menjadi sebuah pendekatan terbaik yang dapat dijadikan bagian dari mekanisme penyelesaian masalah. Tahapan-tahapan penyelesaian masalah dan pemulihan perlu disusun secara bipartit sehingga ada kepemilikan dan tanggungjawab atas aturan yang dibuat.
  6. Evaluasi dan Transparansi: salah satu kelemahan PRISMA terdahulu adalah informasi hasil penilain yang tertutup dan tidak transparan sehingga tidak diketahui siapa melakukan penilaian, apa hasilnya dan bagaimana proses perbaikannya. Skor hijau, kuning dam merah menjadi raport yang menarik namun informasi sulit diakses sehingga juga lemah dalam pengawasan proses pemulihannya. Ada baiknya, ke depan pemerintah juga perlu menyediakan award untuk kategori hijau bertahan atau kategori yang naik dari kuning/merah ke hijau, namun hal ini harus dilakukan secara periodik untuk memastikan capaian yang diperoleh memiliki progres yang berkesinambungan.
  7. Buat proyek sektoral sebagai percontohan yang akan menyaring praktek-praktek baik, sekaligus momentum mempromosikan perusahaan-perusahaan yang memiliki itikad baik membentuk image positif bagi bisnis di Indonesia. Sebagai isu sektoral saat ini, sektor energi, sawit dan garmen dapat menjadi prioritas sektoral pilihan.
  8. Agensi atau pihak ketiga diperlukan untuk melakukan penilaian/audit secara objektif. Namun hal ini harus dipastikan bersifat independen tidak mengandung unsur komersil dan politisasi penilaian. Opsi terbaik bagi serikat buruh adalah melakukannya secara bipartit dan untuk ini diperlukan pelatihan audit yang difasilitasi oleh pemerintah.
  9. Sosialisasi kepada masyarakat, buruh dan pelaku usaha secara massif diperlukan untuk dukungan publik sekaligus kesiapan semua pihak memasuki era baru Indonesia yang lebih bermartabat dan pantas bersaing dalam penghormatan HAM.

Peliput : Raden

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments