DetailNews.id – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) menjadi sorotan serius Aparat Penegak Hukum (APH) menyusul kasus dugaan korupsi pengalihan tanah milik negara yang tengah diusut oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut).
Dalam pengembangan perkara ini, mantan Kepala BPN Bolmong, Tomie Massie (TM), telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga kuat berkonspirasi dengan pihak swasta, yakni PT Sulenco, yang mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga Rp187 miliar.
Perkara ini bermula dari tidak dikembalikannya lahan milik Puskud Sulut ke negara setelah masa Hak Guna Usaha (HGU) berakhir. Alih-alih dikembalikan, lahan tersebut justru dijual ke PT Sulenco, yang kemudian menawarkan tanah tersebut kepada pihak investor lain demi keuntungan pribadi.
Sebagai bagian dari penyidikan, tim Kejati Sulut telah menyita total 169 hektare lahan sebagai barang bukti. Terdiri dari 50 hektare eks HGU yang kini dikuasai oleh PT Conch North Sulawesi Cement dan 119 hektare lainnya berada di Kelurahan Inobonto I, Kecamatan Bolaang, yang tercatat dalam Sertifikat Ex HGU Nomor 1/Inobonto I dan Nomor 2/Inobonto I.
Dalam kasus ini, selain TM, Kejati juga menetapkan seorang tersangka lain berinisial SA, yang disebut sebagai orang kepercayaan dari PT Sulenco.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, juncto Pasal 18, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.
Secara terpisah, Kepala BPN Bolmong saat ini, Sudirman, SiT., M.H, mengaku belum dapat memberikan pernyataan resmi terkait kasus hukum yang menyeret mantan atasannya.
“Kami belum mengetahui secara jelas permasalahan hukum yang menjerat mantan pegawai BPN. Tapi yang pasti, kami sekarang sedang fokus mengidentifikasi kembali seluruh aset tanah negara berstatus HGU di wilayah Bolmong,” ujarnya saat diwawancarai media.
Ia menjelaskan, identifikasi tersebut mencakup penelusuran status hak guna usaha yang masih berlaku maupun yang sudah berakhir, guna menghindari penyalahgunaan aset negara di masa mendatang.
Lebih lanjut, Sudirman menegaskan komitmen BPN Bolmong untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
“Kami menyadari masih ada keluhan soal pelayanan yang lambat. Tapi kami terus berbenah. Terbukti, tujuh layanan prioritas BPN Bolmong selama ini selalu masuk dalam lima besar terbaik di Sulawesi Utara,” jelasnya.
Kasus yang menyeret pejabat BPN dan perusahaan swasta ini membuka kembali urgensi tata kelola lahan negara secara akuntabel dan transparan. Pengawasan terhadap perpanjangan maupun berakhirnya HGU perlu diperketat, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari aset milik publik.
Masyarakat dan berbagai elemen sipil di Bolmong pun diharapkan turut mengawasi proses penegakan hukum ini agar berjalan transparan dan tuntas.
Peliput : Dayat Gumalangit