Rabu, Desember 24, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaNasionalElly Rosita Silaban: Antara Panggilan Negara, Raga yang Lelah, dan Kasih yang...

Elly Rosita Silaban: Antara Panggilan Negara, Raga yang Lelah, dan Kasih yang Menguatkan

DetailNews.id, Jakarta – Malam belum sepenuhnya berganti hari ketika telepon genggam Elly Rosita Silaban bergetar. Jakarta diam dalam lelap, sementara tubuhnya masih bernegosiasi dengan rasa lelah dan kondisi yang belum pulih. Namun pesan yang masuk tak mengenal kata tunggu.

Sebuah undangan mendadak tiba, memintanya segera berangkat ke Pemalang, Jawa Tengah, untuk mendampingi salah seorang petinggi negara.

Tak ada rencana. Tak ada persiapan. Bahkan tak ada ruang untuk bertanya apakah perjalanan ini bisa ditunda. Undangan itu hanya menyisakan satu persimpangan sunyi, berangkat, atau mengabaikan panggilan tanggung jawab.

Presiden Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) itu memilih berjalan ke ruang paling jujur dalam hidupnya, rumah.

Dengan kondisi tubuh yang belum siap, ia meminta izin kepada pasangan hidupnya. Permintaan itu disampaikan mendadak, nyaris tanpa pengantar, seolah waktu tak memberi kesempatan untuk basa-basi.

Jawaban yang diterima bukan keluhan. Bukan pula keberatan. Yang hadir justru dukungan penuh empati. Ada kepedulian pada kondisi fisik, ada rasa iba, dan ada pengertian mendalam bahwa amanah publik sering kali menuntut pengorbanan yang tak bisa dinegosiasikan.

Di saat itulah Elly kembali belajar tentang syukur, syukur yang tak gaduh, tak diumumkan, tetapi menguatkan dari dalam.

Setinggi apa pun jabatan yang disandang, sebesar apa pun tanggung jawab yang dipikul, manusia tetaplah manusia. Bahkan seorang pemimpin nasional tetap membutuhkan sandaran untuk berdiri tegak.

Dukungan keluarga, terutama pasangan hidup, tak pernah tercantum dalam struktur organisasi, namun menjadi fondasi yang menjaga langkah tetap kokoh ketika raga melemah.

Malam itu, Elly berangkat bukan hanya sebagai pemimpin organisasi buruh nasional. Ia juga berangkat sebagai seorang ibu, meninggalkan rumah tanpa sempat menyiapkan apa pun, tanpa memastikan segalanya tertata, tanpa pamit dengan cara yang utuh. Semua dilakukan demi sebuah amanah yang datang tanpa aba-aba.

Kendaraan yang membelah gelap menuju Pemalang membawa lebih dari sekadar tubuh. Ia membawa pikiran, doa, dan pergulatan batin. Jalan panjang itu menjadi perjalanan sunyi tentang pilihan, tentang pengabdian, dan tentang harga yang harus dibayar dari setiap tanggung jawab publik.

Perjalanan berakhir di sebuah pabrik baru di Pemalang. Bersama Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komjen Pol. Prof. Dr. Dedi Prasetyo, S.H., M.Hum., M.Si., M.M., Elly berdiri menyaksikan roda produksi mulai bergerak. Perusahaan tersebut telah menyerap sekitar 1.400 tenaga kerja dan ditargetkan menambah hingga lebih dari 4.000 pekerja.

“Semoga pabrik ini terus berproduksi, agar para pekerja memperoleh upah dan masa depan yang layak,” ujarnya, Jumat (19/12/25).

Bagi Elly Rosita Silaban, perjalanan mendadak itu mungkin tak tercatat sebagai agenda besar negara. Namun ia tercatat dalam ingatan pribadi, sebagai pengingat bahwa pengabdian selalu menuntut pengorbanan, dan bahwa di balik perempuan yang melangkah ke ruang publik, selalu ada rumah yang setia menjaga dalam diam.

“May Christmas 2025 bring peace, warmth, and sincere happiness”, tutupnya.

Peliput : Raden

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments