DetailNews.id – Kasus meninggalnya Revan Kurniawan Santoso, yang dikenal luas dengan nama panggilan Aan, di lingkungan Polres Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), kini menjadi sorotan publik. Dugaan adanya kekerasan atau penganiayaan terhadap Aan memicu respons cepat dari Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) yang langsung menurunkan tim gabungan untuk menyelidiki insiden ini secara menyeluruh.
Tim investigasi terdiri dari unsur Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda), Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), serta unit Intelijen Polda Sulut. Kedatangan tim ini bukan hanya formalitas, tetapi menjadi langkah konkret dalam upaya memastikan transparansi serta akuntabilitas institusi kepolisian dalam menangani kasus yang berpotensi mencoreng nama baik korps Bhayangkara.
“Kasus ini menjadi atensi langsung dari Kapolda Sulut. Tidak ada toleransi bagi pelanggaran, apalagi jika menyangkut kekerasan terhadap tahanan atau warga sipil,” ujar seorang sumber internal Polda Sulut yang enggan disebutkan namanya.
Sejak hari kedua pasca-kematian Aan, puluhan personel Polres Bolsel telah diperiksa secara intensif. Pemeriksaan dilakukan terhadap berbagai jajaran, dari anggota biasa hingga pejabat struktural di lingkungan Polres.
“Yang diperiksa termasuk Kasat Tahti dan jajarannya, Kasat Reskrim, tim Resmob, beberapa penyidik dari berbagai unit, hingga Kasat Intel beserta sejumlah personel lainnya,” jelas sumber tersebut.
Nama Kasat Reskrim Polres Bolsel, Iptu Dedy Matahari, disebut secara khusus dalam rangkaian pemeriksaan. Ia dikabarkan telah menjalani proses klarifikasi dan investigasi selama beberapa hari terakhir oleh tim gabungan.
Salah satu perkembangan signifikan dalam penyelidikan ini adalah ditemukannya rekaman bukti yang kini telah berada di tangan tim dari Paminal dan Itwasda. Meskipun isi rekaman tersebut belum dipublikasikan, keberadaannya dinilai penting dalam mengungkap apa yang sebenarnya terjadi menjelang wafatnya Aan.
“Ada rekaman yang sangat krusial. Saat ini masih dianalisis dan dijadikan bagian dari bahan pemeriksaan lanjutan. Bisa jadi ini akan menjadi kunci penting dalam mengungkap kebenaran,” lanjut sumber internal tersebut.
Kematian Aan tidak hanya menjadi perhatian internal kepolisian, namun juga memicu gelombang keprihatinan dari masyarakat dan kelompok-kelompok pemerhati hak asasi manusia (HAM). Mereka mendesak agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan tuntas, serta tanpa ada upaya melindungi pihak-pihak yang terlibat jika terbukti bersalah.
“Kalau benar ada kekerasan yang menyebabkan kematian, maka pelakunya harus diadili secara terbuka. Jangan sampai kasus ini seperti fenomena gunung es yang tampak hanya puncaknya,” ujar seorang aktivis HAM lokal saat dimintai tanggapan.
Warga sekitar pun menyatakan kegelisahan atas kejadian tersebut. Beberapa di antaranya mengaku terkejut dan berharap agar kasus ini menjadi momentum pembenahan internal kepolisian.
“Kami hanya ingin keadilan. Kalau ada yang salah, ya harus ditindak. Tapi kami juga berharap jangan ada fitnah yang membabi buta. Kami percaya pada proses hukum yang adil,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Saat ini, sorotan tertuju pada Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke Harry Langie, yang diharapkan dapat mengambil langkah tegas dan terbuka dalam menangani kasus ini. Banyak pihak menilai bahwa ketegasan dan transparansi adalah satu-satunya jalan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, khususnya di wilayah Bolsel.
Sementara itu, jenazah Aan telah dimakamkan, namun keluarga besar dan kerabatnya masih menunggu penjelasan resmi atas penyebab kematian yang dinilai janggal. Harapan mereka tidak semata pada keadilan hukum, tetapi juga pada pengungkapan kebenaran secara utuh.
Peliput : Taufik Dali