DetailNews.id, Bitung – Pengadilan Negeri (PN) Bitung melaksanakan konstatering terhadap objek tanah budel milik almarhum Cornelis Rompis di Kelurahan Manembo-nembo Lingkungan II, Kecamatan Matuari, Kota Bitung, Senin (3/11/2025).
Konstatering ini dilakukan berdasarkan Putusan Perlawanan Nomor 202/PDT/2023/PT MND dalam perkara Jetty Lengkong melawan Oktovius Insamodra, yang amar putusannya membatalkan penetapan eksekusi sebelumnya.
Namun, langkah tersebut menuai keberatan dari pihak termohon. Kuasa hukum termohon, Reyner Timothy Danielt, SH, didampingi Parulian Hutahaean, SH, menilai tindakan PN Bitung cacat hukum karena tidak memiliki dasar eksekutorial yang sah.
“Putusan Nomor 202/PDT/2023/PT MND hanya bersifat deklaratoir, sekadar menyatakan batalnya penetapan eksekusi sebelumnya tanpa amar yang memerintahkan pengembalian objek eksekusi,” tegas Reyner usai pelaksanaan konstatering.
Reyner menjelaskan bahwa sengketa tanah budel keluarga Rompis telah berlangsung lebih dari lima dekade. Berdasarkan Putusan Nomor 96/1970 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 835 K/Sip/1974, Adrian dan Julien Rompis ditetapkan sebagai ahli waris sah almarhum Cornelis Rompis, meski pembagian harta belum dilakukan.
Perkara terus berlanjut melalui beberapa putusan Nomor 341/1981/G jo Nomor 203/Perd/1983/PT jo Nomor 2691 K/Pdt/1985 yang membagi sembilan objek tanah budel masing-masing setengah untuk Adrian dan Julien Rompis.
Namun, ahli waris Julien Rompis kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 270/PK/Pdt/1989, dan Mahkamah Agung membatalkan seluruh putusan sebelumnya. Dalam amar putusan PK, MA menegaskan bahwa tanah budel merupakan harta bersama antara Cornelis Rompis dan istrinya, Lientje Lengkong.
“Mahkamah Agung memutuskan Julien Rompis berhak atas tiga perempat bagian, sementara Adrian Rompis hanya seperempat bagian, yang bahkan sudah diterima dalam bentuk 350 pohon kelapa dan tambahan 109 pohon. Artinya hak Adrian telah selesai,” beber Reyner.
Reyner menambahkan, putusan PK yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) telah dilaksanakan melalui eksekusi pemulihan oleh ahli waris Julien Rompis yakni Oktovius Insamodra dan Arnold Wullur pada 5 Juli 2023, dan dinyatakan selesai.
Setelah itu, Oktovius Insamodra menjual sebagian tanah kepada Rifael Sitorus melalui Akta Jual Beli (AJB) yang sah berdasarkan putusan PK dan Berita Acara Eksekusi Pemulihan tersebut.
Namun, ahli waris Adrian Rompis kembali mengajukan perlawanan terhadap eksekusi itu. Hasilnya, Putusan Nomor 202/PDT/2023/PT MND membatalkan dua penetapan eksekusi pemulihan, dan putusan inilah yang kini dijadikan dasar oleh PN Bitung untuk melakukan konstatering.
Kuasa hukum Rifael Sitorus menilai langkah tersebut keliru.
“Eksekusi ini justru mengembalikan posisi hukum ke putusan kasasi yang sudah dibatalkan PK. Selain itu, dasar eksekusinya keliru karena amar akhirnya Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), yang jelas tidak bisa dieksekusi,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan, saat konstatering dilakukan, pihaknya telah menanyakan dasar hukum inkracht yang digunakan pengadilan, namun tidak mendapat jawaban yang jelas.
“Kalau dasar pelaksanaan eksekusi mengacu pada Putusan Perlawanan Nomor 202/PDT/2023/PT MND, maka jelas eksekusi ini tidak sah. Dalam pertimbangannya sendiri disebutkan, pengembalian objek eksekusi yang sudah selesai seharusnya dilakukan melalui gugatan baru, bukan perlawanan, apalagi dengan eksekusi. Ini jelas sangat dipaksakan,” tegasnya.
Peliput : Ical








