DetailNews.id – Sidang lanjutan kasus kecelakaan beruntun yang melibatkan terdakwa dr. SM kembali digelar di Pengadilan Negeri Aceh Timur dengan agenda pembacaan pledoi oleh kuasa hukum terdakwa. Namun, isi pledoi tersebut memicu reaksi keras dari pihak keluarga korban, khususnya keluarga Massyura, salah satu korban yang mengalami luka berat dalam insiden tersebut.
Dalam pledoinya yang dibacakan sekitar 25 menit, kuasa hukum dr. SM membantah hampir seluruh dakwaan yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan aparat kepolisian. Mereka menyatakan bahwa terdakwa tidak bersalah dan justru menempatkan tanggung jawab pada korban, dengan menyebut manuver korban sebagai penyebab utama kecelakaan.
Beberapa poin utama pledoi yang disampaikan antara lain:
- Korban pertama (Mariam) diduga berbelok tiba-tiba sehingga menyebabkan tabrakan.
- Korban kedua (Massyura) disebut menabrak mobil terdakwa secara tiba-tiba dari arah berlawanan.
- Disebutkan korban tidak mengalami luka berat dan sudah pulih sepenuhnya.
- Terdakwa dinilai telah meminta maaf berulang kali.
- Penetapan terdakwa oleh kepolisian dinilai tidak prosedural.
- Keterangan saksi disebut tidak kredibel.
Menanggapi isi pledoi tersebut, Nurdin, ayah dari korban Massyura, dengan tegas menyatakan bahwa apa yang disampaikan kuasa hukum terdakwa adalah kebohongan dan manipulasi fakta.
“Yang sebenarnya penuh kebohongan itu adalah pledoi mereka. Terdakwa tidak pernah meminta maaf secara tulus. Bahkan saat di persidangan, baru setelah ditegur dan diminta oleh majelis hakim, dia berdiri dari kursinya dan mendatangi anak saya untuk minta maaf,” ujar Nurdin usai sidang.
Lebih lanjut, Nurdin membantah keras pernyataan kuasa hukum yang menyebutkan bahwa anaknya telah pulih dan mengikuti perkuliahan seperti biasa.
“Fakta di lapangan anak saya memang tercatat hadir di kampus, tapi itu karena kuliahnya dijalani secara online dari rumah, lewat handphone. Mereka tidak tahu kondisi sebenarnya,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa kondisi fisik anaknya belum sepenuhnya pulih dan mengalami cacat permanen, di mana empat dari lima jari kaki tidak dapat berfungsi, bahkan untuk beribadah shalat pun Massyura harus dalam posisi duduk.
“Ini bukan soal absensi kampus. Coba datang dan lihat sendiri anak saya di rumah. Jangan hanya tebak-tebakan lalu bilang anak saya sudah sembuh,” tambahnya.
Di akhir wawancaranya, Nurdin menyampaikan permohonan kepada majelis hakim untuk melihat perkara ini dari sisi kemanusiaan, bukan hanya sekadar pembuktian formalitas hukum.
“Selama 11 bulan anak kami menderita. Masa depannya hancur. Impiannya terganggu karena kecelakaan ini. Luka fisik mungkin tak bisa tergantikan, tapi kami harap keadilan bisa ditegakkan,” tutur Nurdin dengan suara bergetar.
Ia menambahkan bahwa harta dan jabatan bisa dicari kembali, namun dampak psikologis dan fisik yang dialami korban tidak bisa diukur dengan materi.
“Jangan sampai keadilan hanya berpihak pada siapa yang punya jabatan dan uang. Ini saatnya hukum membela yang lemah, yang jadi korban,” pungkasnya.
Setelah pembacaan pledoi, majelis hakim memberikan kesempatan kepada JPU untuk memberikan tanggapan. JPU menyatakan akan menyampaikan replik terhadap pledoi kuasa hukum terdakwa pada sidang lanjutan Selasa, 23 September 2025.
Kasus ini masih dalam proses persidangan. Semua pihak masih memiliki hak hukum hingga putusan inkrah ditetapkan. Media ini terus mengikuti perkembangan sidang dan akan menyajikan laporan secara berimbang sesuai dengan fakta persidangan.
Peliput : Panjaitan