DetailNews.id – Suasana malam yang sejuk di Foodsal Café, Kelurahan Kotobangon, Jumat (04/07/2025), berubah menjadi panggung nilai dan filosofi. Di bawah sorotan lampu temaram dan alunan gamelan, layar putih tempat wayang bermain menjadi saksi kebersamaan Polres Kotamobagu dan masyarakat dalam memperingati Hari Bhayangkara ke-79.
Bertajuk “Amartha Binangun”, pertunjukan wayang kulit ini bukan sekadar hiburan, tetapi menjadi ruang refleksi atas semangat membangun negeri yang adil, rukun, dan beradab.
Pagelaran yang telah menjadi tradisi tahunan selama tiga tahun terakhir ini diinisiasi oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, sebagai bagian dari upaya Polri untuk merawat warisan budaya dan memperkuat kedekatan sosial dengan masyarakat.
Wakapolres Kotamobagu Kompol Romel Pontoh, mewakili Kapolres AKBP Irwanto, SIK, MH, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pertunjukan ini adalah bentuk nyata Bhayangkara membumikan nilai-nilai luhur bangsa.
“Wayang kulit bukan sekadar hiburan, tapi jendela nilai yang membentuk karakter bangsa. Tema Amartha Binangun ini selaras dengan semangat Hari Bhayangkara—membangun tatanan masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera,” ujarnya.
Lakon Amartha Binangun mengisahkan pembangunan kembali Negeri Amarta oleh para Pandawa, pasca kehancuran akibat peperangan. Dengan semangat persatuan, kepemimpinan bijak, dan keadilan sosial, negeri itu dibangun menjadi tempat yang layak bagi semua.
Dalam konteks kekinian, kisah ini menjadi cerminan peran Bhayangkara: bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga membangun peradaban yang berkeadilan dan berbudaya.
“Amartha Binangun adalah simbol dari visi Bhayangkara yang melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat demi terwujudnya kehidupan berbangsa yang damai dan beradab,” tegas Kapolri dalam pernyataan tertulisnya.
Yang unik, pagelaran ini tak hanya mengundang kalangan tua yang akrab dengan kisah Mahabharata, tetapi juga generasi muda yang terkesima dengan keluwesan dalang dan suara gamelan. Guyonan Semar mengundang tawa, sementara petuah dari dalang menyentuh kesadaran kolektif tentang pentingnya keadilan dan kepemimpinan bermoral.
Wayang kulit malam itu menyatukan lintas usia, latar belakang, dan profesi. Seni pertunjukan klasik kembali membuktikan kekuatannya dalam membangun dialog sosial dan emosi kebangsaan.
Hari Bhayangkara, dalam bingkai budaya seperti ini, tak lagi terasa sebagai perayaan formal. Ia menjelma menjadi momen kontemplasi, menegaskan bahwa Bhayangkara sejati adalah mereka yang hadir tidak hanya di ruang hukum, tapi juga di ruang-ruang kebudayaan.
Dengan membawakan lakon Amartha Binangun, Polres Kotamobagu mengirimkan pesan kuat: bahwa menjaga ketertiban dapat berjalan seiring dengan menjaga jati diri bangsa.
Karena dalam bayang-bayang wayang, kita menemukan terang: tentang siapa kita, apa yang kita jaga, dan untuk siapa kita mengabdi.
Peliput : Owen Bangki