DetailNews.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digalakkan pemerintah kembali menjadi sorotan setelah belasan siswa dan guru di Kabupaten Ketapang mengalami gejala keracunan usai menyantap menu yang disediakan dalam program tersebut. Insiden ini menambah daftar panjang kejadian serupa yang memicu kekhawatiran publik terhadap keamanan distribusi makanan dalam program nasional ini.
Peristiwa bermula pada Rabu (24/09/2025) di SDN 12 Benua Kayong, Kabupaten Ketapang. Menu MBG yang disajikan saat itu terdiri dari ikan hiu filet saus tomat, oseng kol, dan wortel. Sekitar 30 menit setelah makan siang dibagikan, sejumlah siswa dan guru mulai mengeluhkan mual, nyeri perut, hingga muntah-muntah.
Jumlah korban terus bertambah hingga mencapai 25 orang. Dari jumlah tersebut, tiga orang harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Hingga saat ini, seluruh korban dilaporkan dalam kondisi stabil dan mendapat pendampingan medis.
Kasus dugaan keracunan makanan MBG tidak hanya terjadi di Ketapang. Di MIS Al-Wardah, Kecamatan Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, enam siswa dilarikan ke puskesmas setelah menyantap menu ayam yang diduga telah basi. Menyikapi kejadian tersebut, pihak sekolah memutuskan untuk menghentikan sementara distribusi MBG hingga investigasi selesai dilakukan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang menyatakan bahwa sampel makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan telah dikirim ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kalimantan Barat untuk pengujian laboratorium.
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mitra Mandiri 2, yang menjadi penyedia dapur untuk MBG di wilayah tersebut, telah diberhentikan operasionalnya sementara waktu. Kepala dapur juga dinonaktifkan dari tugas hingga hasil investigasi keluar.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap menu MBG di Kalbar. “Jika ditemukan adanya bahan makanan yang tidak layak konsumsi atau berisiko, menu tersebut akan langsung dihapus dari daftar,” tegasnya.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menyampaikan bahwa pemerintah daerah akan memanggil seluruh pihak terkait untuk meminta pertanggungjawaban. Ia juga menegaskan bahwa seluruh biaya pengobatan para korban akan ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Menurut sejumlah pakar gizi, titik rawan dalam program MBG bukan semata pada bahan makanan, melainkan pada rantai pengolahan, penyimpanan, dan distribusi yang sering kali tidak diawasi dengan ketat. Makanan yang dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang tanpa pendinginan memadai dapat memicu pertumbuhan bakteri patogen penyebab keracunan.
“Pengawasan ketat terhadap standar higiene dan sanitasi dalam setiap tahap pengolahan sangat krusial. Tanpa itu, program MBG justru bisa menjadi bumerang,” ujar Dr. Lita Wulandari, ahli gizi dari Universitas Tanjungpura.
Hingga kini, masyarakat Kaliman7utan Barat masih menantikan hasil investigasi resmi dari BBPOM dan Dinas Kesehatan. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kelayakan dan keamanan program MBG secara nasional, terutama di daerah-daerah dengan infrastruktur distribusi yang terbatas.
Apakah program Makan Bergizi Gratis benar-benar mampu meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, atau justru menyimpan potensi bahaya jika pengawasan dan kontrol kualitas tidak diperketat? Jawabannya kini tergantung pada komitmen semua pihak dalam memastikan keamanan pangan yang layak bagi generasi penerus bangsa.
Peliput : Steven