DetailNews.id – Massyura, salah satu korban kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan cacat permanen, mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses hukum yang dijalaninya di Kabupaten Aceh Timur. Ia menilai, penegakan hukum dalam kasus yang menjerat terdakwa dr. Suci Magfira tidak mencerminkan asas keadilan yang seharusnya berpihak pada semua warga negara, tanpa memandang status atau pengaruh.
Kekecewaan Massyura bermula dari putusan hakim yang dinilainya terlalu ringan. Dalam kasus lakalantas beruntun yang menyebabkan dua orang mengalami cacat permanen, dr. Suci Magfira hanya dijatuhi hukuman 8 bulan penjara, dikurangi masa tahanan kota. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun.
“Sejak awal, saya sudah merasa bahwa proses hukum ini berat sebelah. Terpidana tidak pernah menunjukkan itikad baik, bahkan menantang kami agar kasus ini diselesaikan di pengadilan. Dan ternyata benar, hasilnya sangat mengecewakan,” ujar Massyura kepada media, Kamis (3/10).
Lebih lanjut, ia juga mengkritik keputusan tim jaksa yang mengabulkan permintaan dr. Suci Magfira untuk menjalani hukuman di Lapas Kota Langsa, bukan di Lapas Idi Rayeuk, tempat dimana proses peradilan berlangsung.
“Ini bukti bahwa terdakwa mendapat perlakuan istimewa. Kami sebagai korban bahkan tidak diberitahu secara resmi tentang eksekusi itu. Tiba-tiba dikabarkan bahwa terpidana sudah dieksekusi dan dibawa ke Lapas Langsa,” tambahnya.
Massyura menilai bahwa sistem peradilan di Aceh Timur berpihak kepada yang memiliki kekuatan finansial dan koneksi, sementara korban dibiarkan berjuang sendiri untuk mencari keadilan.
“Seolah-olah hukum bisa dibeli. Di mata hukum, seharusnya semua orang sama. Tapi kenyataannya, yang lemah harus siap kecewa,” ujarnya dengan nada geram.
Menurutnya, selama proses hukum berlangsung, terdakwa yang juga seorang dokter mendapat sejumlah kemudahan, mulai dari status tahanan kota hingga lokasi eksekusi yang sesuai dengan permintaan pribadi.
Keluarga korban pun meminta agar Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, dan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) di Kejaksaan Agung turun tangan dan melakukan evaluasi terhadap proses hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum di Aceh Timur.
“Kami mohon agar ada perhatian serius dari lembaga pengawas peradilan. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap hukum hanya karena segelintir orang yang menyalahgunakan wewenang,” tutup Massyura.
Peliput : Panjaitan




