DetailNews.id – Perusahaan tambang emas PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) kembali menjadi sorotan tajam publik menyusul dugaan pelanggaran serius terhadap aturan kehutanan dan lingkungan. Sahrial Damopolii, mantan Ketua DPRD Sulawesi Utara, menuding perusahaan telah merambah hutan lindung, hutan rakyat, dan hutan penyangga di luar wilayah konsesinya tanpa izin sah.
Dalam pernyataan terbuka, Sahrial menyebut data dari Dinas Kehutanan Bolmong menunjukkan bahwa konsesi JRBM telah habis. Namun, perusahaan tetap beroperasi hanya bermodalkan Izin Pengolahan Kayu (IPK). Lebih dari itu, wilayah operasional kini disebut telah melampaui batas konsesi awal.
“Mereka pernah ajukan IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan), tapi tidak disetujui. Fakta di lapangan, mereka tetap menggali dan merusak hutan di luar izin. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif ini kriminal dan harus diusut tuntas,” tegas Sahrial.
Ia juga menyoroti dampak ekologis yang mulai dirasakan masyarakat, khususnya di Desa Bakan, yang kini kerap diterjang banjir bandang bercampur batu dan longsor. Sahrial menyebut hilangnya hutan penyangga sebagai penyebab utama bencana ini.
“Longsor hingga ke hulu Sungai Ongkag dan banjir di Bakan bukan kejadian biasa. Ini akibat langsung dari pembabatan hutan penyangga. Keselamatan warga kini terancam, dan pemerintah daerah tidak boleh diam,” lanjutnya.
Dukungan terhadap desakan ini juga datang dari James Tuuk, mantan anggota DPRD Sulut dan aktivis pembela hak masyarakat adat. Ia menegaskan bahwa hutan di wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR) merupakan hutan adat sebagaimana diatur dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Hutan adat itu bukan untuk korporasi eksploitasi seenaknya. Negara harus hadir melindungi rakyat dan hutan mereka, bukan malah jadi pelindung perusahaan. Izin PT JRBM tidak pantas diperpanjang,” tegas James.
Kedua tokoh ini mendesak Pemkab Bolmong, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta aparat penegak hukum untuk turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran izin dan perambahan hutan oleh JRBM. Mereka menyatakan, jika tudingan ini terbukti, maka perusahaan tidak hanya melanggar hukum, tapi juga telah merampas hak masyarakat adat dan membahayakan nyawa warga.
“Ini bukan soal tambang semata. Ini soal nyawa, hak atas tanah, dan keberlanjutan lingkungan. Publik menanti tindakan nyata bukan hanya pernyataan kosong,” tutup Sahrial.
Peliput : Dayat Gumalangit