spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaBulunganSejarah Perlawanan Raja Muda Datu Alam Bulungan

Sejarah Perlawanan Raja Muda Datu Alam Bulungan

DetailNews.id, Bulungan – Hari Pahlawan Nasional bukan sekadar momentum mengenang jasa para pejuang yang gugur di medan laga, tetapi juga panggilan moral untuk menelusuri kembali kisah-kisah heroik yang nyaris terlupakan di sudut-sudut Nusantara.

Salah satu di antaranya adalah perlawanan Raja Muda Datu Alam dari Bulungan, tokoh yang dengan gagah berani menentang dominasi kolonial Belanda di tanah Kalimantan Utara.

8 November 1892 pagi itu, menjadi saksi keberanian, Raja Muda Datu Alam. Bersama pasukannya mendatangi markas Belanda di Tanjung Selor, menegur keras tindakan semena-mena mereka terhadap rakyat Bulungan.

Dengan mendau terhunus, ia mengecam keras perlakuan kasar tentara kolonial yang memukul warga dan merampas martabat bangsanya. Meski akhirnya Belanda berpura-pura meminta maaf, insiden itu menjadi alasan bagi mereka untuk menangkap sang Raja Muda beberapa minggu kemudian.

Raja Muda Datu Alam bersama para pengikutnya disergap secara tiba-tiba oleh pasukan Belanda bersenjata lengkap di Tanjung Palas. Pertempuran singkat tak terhindarkan, namun mereka kalah dalam hal persenjataan, Raja Muda akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banjarmasin.

Tidak berhenti di situ, pada Oktober 1893 Belanda mengasingkannya ke Banyumas, Jawa Tengah, agar pengaruhnya terhadap rakyat Bulungan benar-benar terputus. Motif utama Belanda sesungguhnya bukan sekadar menumpas pemberontakan, melainkan mengamankan kepentingan ekonomi mereka.

Setelah penangkapan Raja Muda, pada Juni 1893 Belanda berhasil memaksa Sultan Bulungan menandatangani perjanjian yang memberikan mereka hak eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Kesultanan Bulungan. Inilah awal mula dominasi kolonial atas kekayaan alam Kalimantan Utara yang berlanjut hingga dekade berikutnya.

Sultan Azimudin dan para bangsawan Bulungan menyadari ketimpangan itu, namun tak kuasa menentang karena tekanan politik dan militer yang begitu kuat. Upaya mereka untuk membebaskan Raja Muda Datu Alam pun gagal total setelah Gubernur Jenderal di Batavia menolak surat protes Sultan.

Sejarah mencatat, penolakan itu menjadi simbol betapa kesewenang-wenangan kolonial menindas harga diri bangsa.

Raja Muda Datu Alam bukan hanya bangsawan pemberani, tetapi juga pewaris semangat perlawanan dari ayahnya, Sultan Datu Alam Muhammad Chalifatul Adil. Sang Sultan dikenal religius, bijak, dan tegas menentang intervensi Belanda.

Akibat sikap kerasnya itu, ia diracun oleh Belanda dalam sebuah perjamuan dan wafat pada 30 April 1874. Hingga kini, makam Sultan Datu Alam tak pernah ditemukan, seakan menjadi jejak sejarah yang sengaja dihapus oleh penjajah. Semangat perjuangan keluarga ini tak lahir dari ambisi politik semata, melainkan dari landasan spiritual yang kuat.

Ajaran Islam di Bulungan kala itu begitu kental, dibawa oleh para ulama besar seperti Syeikh Ahmad Al-Magribi dan Sayyid Abdurrahman Bilfaqih. Nilai-nilai tauhid, keadilan, dan keberanian menegakkan kebenaran menjadi ruh dalam setiap tindakan perlawanan Raja Muda Datu Alam.

Darah kepahlawanan juga mengalir dari garis keturunannya. Leluhur Bulungan dikenal sebagai pejuang tangguh yang berulang kali menghalau serangan bajak laut Sulu dan mempertahankan wilayah kekuasaan hingga perairan Tawi-Tawi, Filipina Selatan.

Keberanian itulah yang menumbuhkan karakter militan dalam diri Datu Alam, membuatnya tak gentar melawan kolonial meski tahu taruhannya adalah nyawa dan pengasingan.

Selama di Banyumas, Raja Muda Datu Alam hidup dalam kesederhanaan. Belanda hanya memberi tunjangan kecil, jauh dari pantas bagi seorang bangsawan yang dipaksa meninggalkan tanah airnya.

Namun keteguhannya tak pernah padam. Ia tetap menjaga martabatnya sebagai pemimpin dan simbol perlawanan. Setelah masa pengasingan berakhir, ia kembali ke Bulungan dalam usia tua dan wafat tak lama kemudian. Makamnya kini berada di dekat Jembatan Tanjung Selor-Tanjung Palas, menjadi saksi bisu perjuangan yang nyaris terlupakan.

Kisah Raja Muda Datu Alam seharusnya menjadi inspirasi generasi muda Kalimantan Utara. Dalam semangat Hari Pahlawan Nasional, sudah sepatutnya nama beliau dikaji lebih dalam dan diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dari Kalimantan Utara.

Sejarah seperti ini bukan sekadar untuk dikenang, melainkan untuk diteruskan. Beliau bukan hanya simbol perlawanan terhadap kolonial, tetapi juga teladan keberanian, keadilan, dan cinta tanah air yang tak lekang oleh waktu.

Semoga semangat perjuangan Raja Muda Datu Alam membakar jiwa generasi bangsa agar tak pernah tunduk pada ketidakadilan, dan terus menjaga kehormatan negeri ini sebagaimana yang beliau ajarkan dengan darah dan keteguhan hatinya. (**)

Oleh: Joko Supriyadi, MT., Ketua Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara
Editor: Raden

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments