DetailNews.id – Sengketa lahan antara warga Desa Tutuyan Bersatu dan PT Ranomut kembali memanas. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang paripurna DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Rabu (14/05/2025), masyarakat mendesak agar dibebaskan dari klaim lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang selama ini mereka tempati dan kelola secara turun-temurun.
RDP dipimpin langsung Ketua DPRD Boltim, Samsudin Dama, didampingi Wakil Ketua Kevin Sumendap dan Medya Lensun. Hadir pula Direktur Utama PT Ranomut Henry Tirayoh, perwakilan BPN Boltim, Asisten II Pemkab Boltim, serta tokoh-tokoh masyarakat Desa Tutuyan Bersatu.
Perwakilan masyarakat, Awaludin Umbola, menyampaikan bahwa warga telah lama bertani dan bermukim di lahan tersebut, namun terus mendapat tekanan hukum dari perusahaan yang mengklaim lahan melalui sertifikat HGU.
“Permasalahan hari ini adalah kami punya bukti bahwa bapak (Henry Tirayoh) menerima uang dari masyarakat. Kwitansinya ada. Ini bukan HGU aktif, ini praktik jual beli,” tegas Awaludin dalam forum yang disambut dukungan dari warga.
Umbola juga menyoroti aktivitas pertambangan galian C yang dilakukan di area tersebut, mempertanyakan legalitas dan kontribusinya terhadap daerah.
“Gunung Lonceng disayat-sayat, tanah diperjualbelikan. Belum lagi proyek Smart City yang dibangun tanpa sosialisasi ke masyarakat. Kantor pemasarannya malah berubah jadi salon di Manado,” bebernya.
Ia menilai, pengelolaan lahan saat ini hanya menguntungkan kelompok tertentu.
“Sewa lahan mahal, hanya bisa dinikmati yang berduit. Ini bukan investasi, ini penindasan,” ujar aktivis PMII tersebut.
Masyarakat secara tegas meminta agar izin PT Ranomut dicabut.
“Kami minta 20 anggota DPRD menolak keberadaan PT Ranomut. Ini soal hak hidup rakyat!” teriak Umbola.
Ketua DPRD Boltim, Samsudin Dama, menanggapi desakan masyarakat dengan menyatakan bahwa lembaga legislatif akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki permasalahan ini secara menyeluruh dan terbuka.
“DPRD akan mengambil langkah tegas dan menyelidiki semua aspek hukum dan sosial yang muncul. Ini menyangkut hak masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Ranomut, Henry Tirayoh, membantah tuduhan jual beli tanah. Ia menyatakan bahwa perusahaan hanya mengelola lahan berdasarkan sertifikat HGU resmi.
“Kami tidak pernah mengklaim hak milik pribadi. Sertifikat yang kami pegang adalah HGU atas nama perusahaan,” ucap Henry.
Plt Kepala Seksi Pengukuran BPN Boltim, Dedy Masloman, membenarkan bahwa lahan seluas 1,53 hektare di wilayah sengketa merupakan HGU aktif milik PT Ranomut sejak diperpanjang tahun 2018.
Namun, Dedy menegaskan bahwa HGU tidak dapat diperjualbelikan secara hukum.
“Dalam aturan, HGU tidak bisa dijual, hanya bisa dialihkan sesuai ketentuan. Jika ada jual beli, itu pelanggaran,” tegasnya.
Rapat akhirnya menyepakati pembentukan Pansus DPRD sebagai langkah konkret menyelesaikan konflik. Langkah ini diambil untuk memastikan penyelesaian yang adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Peliput : Amingsih Mustapa








