DetailNews.id – Sidang lanjutan kasus tabrakan beruntun yang melibatkan terdakwa dr. SM kembali digelar di Pengadilan Negeri Idi Rayeuk, Rabu (10/09/2025). Agenda sidang kali ini menghadirkan dua saksi meringankan yang diajukan oleh tim kuasa hukum terdakwa, yakni Muhammad Danil Ilham dan Aftahurriza, seorang anggota DPRK Aceh Timur dari Partai Golkar.
Namun, jalannya persidangan memunculkan sejumlah pernyataan yang dinilai membingungkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim, bahkan dituding tidak konsisten oleh pihak korban.
Saksi Aftahurriza dalam keterangannya mengaku hadir di tempat kejadian perkara (TKP) setelah mendapat telepon dari suami terdakwa. Ia mengklaim datang untuk membantu korban secara pribadi, dengan alasan bahwa korban Massyura adalah warga di daerah pemilihannya.
“Saya hadir bukan sebagai perwakilan terdakwa, tapi sebagai warga yang ingin membantu korban,” ujarnya.
Namun, dalam persidangan terungkap bahwa Aftahurriza adalah sahabat lama suami terdakwa sejak masa kuliah, dan informasi mengenai kecelakaan diperolehnya dari panggilan telepon pribadi, bukan dari laporan masyarakat.
Hal ini memicu tanda tanya besar di mata JPU dan Majelis Hakim, terkait posisi netralitas dan tujuan sebenarnya kehadiran saksi di TKP maupun dalam komunikasi dengan pihak korban.
Saksi juga menyebut telah menawarkan bantuan pribadi berupa tempat tinggal selama perawatan di Banda Aceh serta bantuan uang sebesar Rp10 juta, namun menurut korban tidak ada komunikasi atau tawaran bantuan seperti itu yang pernah disampaikan.
Korban Massyura (21) yang hadir langsung dalam persidangan, menyatakan bahwa kesaksian Aftahurriza penuh dengan kebohongan dan tidak sesuai dengan fakta yang ia alami.
“Itu semua bohong. Tidak ada itikad baik dari mereka. Bahkan mereka yang justru menyuruh kami bawa ke ranah hukum,” ungkap Massyura dengan nada emosional.
Ia juga membantah bahwa keluarga terdakwa pernah meminta maaf atau berusaha menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
“Kalau memang mereka niat baik, kami pasti terima. Tapi sejak awal mereka menantang kami dengan kata-kata: bawa saja ke hukum, baru kami jalankan,” tambahnya dengan suara bergetar.
Sementara itu, Muhammad Danil Ilham, saksi kedua, memberikan keterangan yang tidak sinkron dengan pernyataan terdakwa sebelumnya.
Saat JPU menanyakan apakah ia mendengar bunyi klakson sebelum tabrakan terjadi, Danil menjawab tidak mendengar, padahal terdakwa dalam sidang sebelumnya mengaku telah membunyikan klakson sebelum menabrak korban pertama.
Danil juga menyebut mobil terdakwa berada di tengah jalan dan tidak melewati marka. Namun saat ditanya lebih jauh, ia mengaku tidak melihat secara langsung detik-detik kejadian, dan tidak tahu apakah posisi mobil sudah dipindahkan sebelum ia tiba.
JPU kemudian mengingatkan saksi tentang konsekuensi hukum memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, mengacu pada Pasal 242 KUHP, yang mengatur ancaman hukuman penjara hingga 7 tahun.
Usai persidangan, Yulianti, tante dari korban Massyura, menyampaikan harapan keluarga kepada Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Ar Farlaky, untuk turut memberikan perhatian.
“Kami memohon kepada Bapak Bupati untuk membantu kami menyelesaikan persoalan ini. Keponakan kami adalah atlet tenis meja Aceh Timur dan terdakwa adalah ASN yang bekerja di pemerintahan kabupaten. Kami butuh keadilan,” ujar Yulianti dengan suara terbata-bata.
Hingga sidang ke sekian yang telah berlangsung hampir setahun, tidak terlihat adanya permintaan maaf dari terdakwa atau keluarga terdakwa kepada korban, meskipun keluarga korban selalu hadir setiap persidangan.
Padahal, akibat dugaan kelalaian terdakwa, Massyura mengalami cacat permanen pada kaki kanan, dan Mariam (60), korban lainnya, mengalami patah tiga tulang iga dan satu tulang bahu.
Majelis Hakim dan JPU juga sempat menyampaikan bahwa jalur kekeluargaan sebenarnya sangat terbuka sejak awal, namun tidak ada langkah konkret dari pihak terdakwa untuk menempuhnya.
Sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda lanjutan dari pembuktian. Publik kini menunggu langkah hukum selanjutnya, termasuk keputusan akhir dari Majelis Hakim, apakah terdakwa dinyatakan bersalah atas kelalaian yang menyebabkan luka berat dan kerugian besar bagi para korban, atau justru bebas dari tuntutan karena pembelaan dan kesaksian yang diajukan.
Peliput : Panjaitan