Jakarta, DetailNews.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia pada Sabtu 27 Mei 2023 telah menyelenggarakan Uji Publik terhadap tiga rancangan Peraturan KPU (PKPU), salah satunya adalah rancangan PKPU tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum (31/05/2023). Dalam rancangan PKPU tersebut, tahapan dana kampanye Pemilu Capres-Cawapres, Caleg Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten meliputi pembukuan dana kampanye, pelaporan dana kampanye, dan audit laporan dana kampanye.
Beberapa isu strategis kaitannya dengan dana kampanye Pemilu adalah transparansi dan akuntabilitas dana kampanye Pemilu. Transparansi merujuk pada keterbukaan sumber dan peruntukkan dana kampanye untuk dapat diketahui oleh stakeholders terkait dan masyarakat umum. Lainnya, akuntabilitas adalah kemampuan Parpol sebagai peserta Pemilu untuk mempertanggungjawabkan sumber dan pengelolaan dana kampanye sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Merujuk pada Pasal 96 rancangan PKPU tersebut, KPU di setiap tingkatan wajib mempublikasikan laporan dana kampanye maksimal 10 hari setelah menerima hasil audit tersebut dari Kantor Akuntan Publik (KAP). Meskipun demikian, ditemukannya oleh Kepolisian terhadap adanya dugaan sumber dana kampanye yang berasal dari kejahatan narkoba memperlihatkan fakta bahwa pelaporan dan audit dana kampanye tidak menunjukan sumber dana yang sesungguhnya.
Melalui Rapat Kerja Teknis (Rakernis) pada 24 Mei 2023 yang dilaksanakan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkapkan adanya temuan indikasi dana politik yang diduga akan digunakan untuk pemilu 2024 dari jaringan narkotika. Hal itu terungkap dari penangkapan sejumlah anggota legislatif di beberapa daerah.
Transparanasi dana kampanye merupakan unsur penting dalam mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas. Dana kampanye memainkan peran sebagai motor penggerak aktivitas kampanye dalam setiap kontestasi Pemilu. Hal inilah yang kemudian menjadikan pengaturan dana kampanye sangat dibutuhkan untuk memberikan keadilan bagi peserta Pemilu dan masyarakat secara umum. bagi penyelenggaran Pemilu, adanya pengaturan dana kampanye bertujuan untuk memastikan bahwa dana kampanye bersumber dari dan dikelola sesuai dengan konstitusi dan dapat dipertanggungjawabkan. Regulasi dana kampanye yang fair akan menjadikan semua peserta Pemilu mempunyai persamaan aturan main dalam kontestasi elektoral.
Lebih lanjut lagi, transparansi dan akuntabilitas dana kampanye merupakan bentuk pertanggungjawaban Parpol sebagai peserta Pemilu kepada publik tentang sumber dana dan pengelolaan dana kampanye. Transparansi bertujuan untuk memastikan bahwa dana kampanye tidak berasal dari hasil tindakan melawan hukum, seperti korupsi, pencucian uang maupun tindak pidana lainnya. Hal ini sebagai bentuk menciptakan iklim pemilu yang berkualitas dan berintegritas sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Meskipun demikian, fakta di lapangan menunjukan hal yang berbeda. Para peserta Pemilu juga seringkali terlihat jelas menunjukan aktivitas politik berbiaya besar dan tidak sebanding dengan dana kampanye yang dilaporkan. Situasi berulang setiap tahun politik banyak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu ketidakcukupan regulasi dan lemahnya penegakan hukum Pemilu kaitannya dengan dana kampanye. Baik UU Pemilu dan peraturan teknis lainnya belum mampu mengatur secara rinci untuk memberikan kewenangan untuk melakukan pelacakan dana kampanye. Lainnya, penegakan hukum pada sektor ini juga masih sangat lemah karena minimnya political will dari kekuasaan.
Celah hukum dalam aturan dana kampanye di antaranya laporan dana kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD dilaporkan oleh Partai Politik. Ini menjadi celah dikarenakan Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD kerap menerima sumbangan dan bantuan dengan tidak melaporkannya kepada Partai Politik sehingga tidak masuk dalam pembukuan dan pencatatan laporan dana kampanye kepada KPU. Hal itu sangat potensial dana kampanye yang tidak dicatat akan melebihi batasan maksimal sumbangan yang termuat dalam UU No 7 Tahun 2017 dan PKPU No 34 Tahun 2018 dan sebagaimana diatur dalam Rancangan PKPU tentanga Dana Kampanye yang terbaru.
Pada sisi lainnya, KAP sepenuhnya ditunjuk oleh KPU. Hal ini akan menjadi riskan jika tidak adanya keterlibatan pengawas pemilu lainnya seperti Bawaslu dan DKPP, karena setiap tahunnya Ikatan Akuntan Indonesia merilis daftar Kantor Akuntan Publik yang masuk dalam daftar hitam. Keterlibatan penyelenggara lainnya dapat mengantisipasi Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk KPU betul-betul bersih dari praktik yang dapat menciderai prinsip-prinsip demokrasi.
Oleh karena itu, Netfid Indonesia menyatakan:
1. Menolak dan melawan segala bentuk politik transaksional dan money politics yang dapat merusak tatanan demokrasi pada Pemilu 2024;
2. Mendorong semua Parpol untuk berkomitmen pada keterbukaan dan akuntabilitas dana kampanye;
3. Mendorong KPU untuk menjelaskan lebih rinci akses informasi dalam SIDAKAM yang diberikan kepada Bawaslu, Kepolisian, dan PPATK, dan lembaga anti-korupsi lainnya;
4. Mendorong KPU untuk mempublikasikan KAP yang ditunjuk untuk melakukan audit dana kampanye kepada Publik.
Sumber : Rilis Media Netfid Indonesia