spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaAceh TimurTuntutan Ringan Jaksa di Kasus dr. SM Picu Kekecewaan Publik

Tuntutan Ringan Jaksa di Kasus dr. SM Picu Kekecewaan Publik

DetailNews.id – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Idi Rayeuk terhadap terdakwa dr. SM, yang hanya menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara, memicu gelombang kekecewaan dari berbagai elemen masyarakat. Kritikan keras datang dari pegiat hukum, aktivis advokasi korban, hingga warganet yang mengikuti perkembangan kasus ini.

Salah satu suara paling vokal datang dari Direktur Intelijen Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Basri, yang menyebut bahwa tuntutan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan, baik bagi korban Maryam maupun Massyura, yang menjadi korban dalam peristiwa tabrakan beruntun tersebut.

Dalam pernyataannya kepada media, Jumat (19/09/2025), Basri menegaskan bahwa jaksa seharusnya mempertimbangkan sisi kemanusiaan dari para korban, terutama Massyura yang masih remaja dan kini menghadapi cacat permanen yang meruntuhkan masa depannya.

“Sudah 11 bulan berlalu, tidak ada bentuk tanggung jawab nyata dari terdakwa. Bahkan dalam proses hukum pun, tidak tampak empati ataupun itikad baik. Ini bukan hanya perkara hukum, tapi juga soal moral dan rasa kemanusiaan,” tegas Basri.

Ia juga menyebut bahwa terdakwa terkesan ingin menyelesaikan perkara melalui jalur damai, namun dengan cara yang tidak adil secara manusiawi bagi korban.

Basri menyoroti dampak serius dari tuntutan jaksa yang terlalu ringan. Ia mengingatkan bahwa putusan hakim sangat mungkin dipengaruhi oleh ringannya tuntutan jaksa, sebagaimana kerap terjadi dalam praktik peradilan.

“Kalau tuntutannya hanya satu tahun, maka besar kemungkinan vonis juga akan ringan. Ini sangat merugikan korban dan memperkuat ketidakpercayaan publik terhadap hukum,” jelasnya.

“Bayangkan kalau kasus ini tidak viral, bisa jadi hanya dituntut 3 bulan. Selesai sidang, terdakwa bebas. Lalu di mana letak efek jera? Di mana keadilan untuk korban yang kehilangan masa depan?” tukasnya.

YARA juga menyoroti munculnya persepsi kelas sosial dalam penanganan kasus ini. Latar belakang terdakwa sebagai dokter, serta dugaan memiliki akses dan kekuatan finansial, memunculkan kecurigaan publik bahwa hukum tidak berpihak kepada pihak lemah.

“Masyarakat mulai percaya bahwa hukum berpihak kepada mereka yang berkuasa atau punya uang. Jika terdakwanya rakyat biasa, mungkin ceritanya lain. Hal ini harus jadi perhatian serius semua pihak,” pungkas Basri.

Kasus ini bermula dari peristiwa tabrakan beruntun yang terjadi hampir setahun lalu, yang melibatkan dr. SM sebagai pengemudi. Dua korban mengalami luka berat, salah satunya—Massyura menderita cacat permanen. Selama proses hukum berjalan, keluarga korban mengeluhkan kurangnya kepedulian serta itikad baik dari terdakwa.

Tuntutan 1 tahun penjara yang dibacakan oleh jaksa pada Kamis, 18 September 2025, dinilai terlalu ringan dan mencederai rasa keadilan publik.

Kini, semua mata tertuju pada majelis hakim yang akan memutus perkara ini. Banyak yang menilai bahwa putusan tersebut akan menjadi tolak ukur keberpihakan hukum—apakah kepada korban yang lemah, atau kepada pelaku yang beruntung karena status sosialnya.

“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai hukum jadi bahan olok-olokan karena tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” kata Basri, menutup pernyataannya.

Peliput : Panjaitan

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments