Jumat, April 19, 2024
BerandaPojok SahabatPerjalanan Pilkades Serentak di Pulau Morotai

Perjalanan Pilkades Serentak di Pulau Morotai

DetailNews.id – Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”. Demos bermakna rakyat dan Kratos artinya pemerintahan. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengijinkan dan memberikan hak, kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat serta turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.

Di Pulau Morotai Kontestasi perebutan kekuasaan di level desa. Saat ini, menjadi perbincangan publik yang begitu menarik dan seksi. Menariknya ada beragam syarat dalam proses Pilkades salah satunya yakni vaksinasi sebagai syarat bagi pemilih. Sehingga memperlambat dan mempersulit proses demokratisasi tersebut.

Pilkades terlihat seakan di anak tirikan, sebab pemerintah tak lagi fokus dengannya. Tetapi mereka lebih fokus mensukseskan ragam acara serimonial pemerintah daerah. Mulai dari turnamen sepak bola bupati cup II yang baru saja selesai, lomba menyanyi “Morotai idol” yang sementara berlangsung, agenda Festival sepakbola U9-U12 dan Bupati Cup III pada 18 Mei mendatang. Tentu semuanya berefek negatif terhadap kualitas pilkades saat ini (tahun 2022). Bayangkan saja proses Pilkades serentak di Pulau Morotai, maharnya sangatlah mahal dan syaratnya melampaui Pilkada dan Pilpres di Republik Indonesia.

Regulasi atau Perbub Pilkades telah terjadi empat kali perubahan. Itu terjadi sesuai selera dan dinamika di lapangan, padahal pemerintah harusnya membuat perbub guna untuk menjalankan teknis jabatan dari peraturan diatasnya bukan mengambil alih seluruh kewenangan legislatif. Oleh Montesquie mengatakan bahwa “Kekuasaan negara demokrasi, itu dibagi menjadi tiga lembaga dan terpisah satu sama lainnya. Pertama, legislatif yang merupakan pemegang kekuasaan untuk membuat undang-undang, kedua, eksekutif yang memiliki kekuasaan dalam melaksanakan undang-undang dan ketiga adalah yudikatif, yang memegang kekuasaan untuk mengadili pelaksanaan undang-undang. Mereka berdiri secara independen tanpa dipengaruhi oleh institusi lainnya.

Sementara yang terjadi di Pulau Morotai, tentu memperlihatkan inkonsistensi pemerintah dalam menjalankan tahapan Pilkades. Padahal proses pilkades harusnya dibangun dengan asas berkeadilan dan bermartabat dalam konteks demokrasi ala Montisgue dan juga Abraham Lincoln yang mengatakan “From the people, by the people anda for the people” dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Yang sebetulnya telah dipertegas dalam UU no 6 tahun 2014, Permendagri No 72 Tahun 2020 tentang syarat vaksinasi, data pemilih, netralitas ASN, aparat desa, dan juga soal sengketa pilkades. Faktanya publik menjadi bingung dengan tahapan Pilkades akhir-akhir ini. Apalagi dengan waktu yang begitu lama, para calon kepala desa menunggu sampai ada pula yang meninggal dunia (cakades Daeo Induk).

Awalnya para cakades dan panitia terlihat begitu semangat dalam mensukseskan pilkades damai, aman, dan bermartabat. itu terlihat saat pembacaan surat pernyataan seluruh cakades dan panitia pada acara Deklarasi kampanye damai beberapa waktu lalu. Tetapi semuanya telah hilang karena proses tahapan yang tak pasti dan telah mempengaruhi “publik mind” pikiran masyarakat bahwa proses tahapan pilkades penuh dengan drama dan skenario belaka.

Pilkades merupakan bagian dari proses edukatif politik untuk memperkuat partisipasi masyarakat. Yang akan melahirkan pemimpin di desa yang berkapasitas tentunya. Kita semua pasti tak setuju jika prosesnya terlahir dari pemimpin yang bermodalkan popularitas tanpa elektabilitas apalagi cacat secara intelektual dan moralitas.

Akhirnya pilihan kita mesti pada proses pilkades yang bermartabat dan berkualitas. Sebab, membangun kualitas pilkades yang kualitas akan melahirkan pemimpin masa depan pada pileg, Pilkada dan Pilpres tahun 2024 mendatang.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments