İstanbul escort bayan sivas escort samsun escort bayan sakarya escort Muğla escort Mersin escort Escort malatya Escort konya Kocaeli Escort Kayseri Escort izmir escort bayan hatay bayan escort antep Escort bayan eskişehir escort bayan erzurum escort bayan elazığ escort diyarbakır escort escort bayan Çanakkale Bursa Escort bayan Balıkesir escort aydın Escort Antalya Escort ankara bayan escort Adana Escort bayan

Jumat, Mei 3, 2024
BerandaEdukasiMURAL DAN NEGARA YANG TAK BERMORAL

MURAL DAN NEGARA YANG TAK BERMORAL

DetailNews.id – MURAL DAN NEGARA YANG TAK BERMORAL

OLEH : M. GIBRAN AKBAR HANAFI

(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate)

Pada umumnya kata “kebebasan” berarti ketiadapaksaan terhadap seseorang. Ada beberapa macam kebebasan dan paksaan, yaitu kebebasan fisik dan kebebasan moral, paksaan fisik dan paksaan moral. Kebebasan fisik berarti tiadanya paksaan fisik, sedangkan kebebasan moral adalah ketiadapaksaan moral atau hukum. Ketika seseorang merasa tertekan pada kondisi psikologisnya ia belum merasakan kebebasannya, karena kebebasan psikologis adalah ketiadapaksaan psikologis. Suatu paksaan psikologis dapat berupa kecenderungan yang memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu atau sebaliknya membuatnya tidak mungkin melakukan beberapa kegiatan tertentu.

Istilah “kebebasan” menggambarkan seseorang tidak mendapat paksaan, tuntutan, ataupun kewajiban dan tanggungjawab, akan tetapi dengan adanya kebebasaan seseorang dapat merasakan makna keberadaannya selaku sebagai manusia. Manusia di dunia mempunyai sebuah tujuan. Tujuan dari hidup manusia adalah meraih sebuah kebahagiaan, sedangkan kebahagian tidak dapat dicapai ketika sesorang tidak mengaktualisasikan dalam sebuah tindakan. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan seseorang, bahwa seseorang yang arif bijaksana, berfikir sendiri, berbicara berdasarkan pemahamannya sendiri dan menyatakan apa yang dikatakan olehnya dan juga ia mengetahui mengapa ia menyatakannya, dengan dibandingkan dengan seseorang yang dangkal pemikirannya, yang selalu ikut-ikutan dan hanya mengulangi apa yang dikatakan orang lain. Nampak jelas perbedaan kedua kondisi tersebut, antara mana yang memang mempunyai kebebasan dengan mana yang tergantung dengan orang lain, tanpa ada sebuah kemerdekaan. Kedua contoh tersebut dapat kita lihat seseorang yang benar-benar berjalan dan bebas dengan dirinya, kreatifitasnya, dan segala kemerdekaannya. Orang yang dalam kondisi bebas, tidak ada paksaan, mampu mengekspresikan kehendak bebasnya, sesungguhnya orang tersebut telah mencapai kesempurnaan eksistensinya. (kutipan utuh dalam buku Filsafat Kebebasan yang ditulis oleh Nico Syukur, hal 15-16)

Dalam beberapa akhir ini timbul perdebatan baik secara moral maupun secara konstitusional mengenai MURAL yang merupakan suatu tindakan yang dilakukan rakyat dalam bentuk kritikan salahnya Mural disebut-sebut sebagai suatu bentuk ancaman kepada pimpinan negara Indonesia (Presiden), tentunya berbicara mengenai MURAL berarti berbicara mengenai Hak kebebasan seseorang dalam mengemukakan pendapat ataupun kritikan dengan cara mengekspresikan dalam bentuk sebuah karya seni (Mural). Maka dari itu Hak-hak Warga Negara Indonesia telah tercantum didalam UUD 1945, diantaranya  Pasal 28E UUD 1945 mengenai kebebasan memeluk agama (freedom of religion), kebebasan menyatakan pikiran sesuai hati nurani (freedom of conscience), serta kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat (freedom of assembly and speech). Maka secara spesifik hak-hak warga negara Indonesia di atur didalam UU No 9 Tahun 1998 tentang kebebasan berekspresi menjelaskan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Pertimbangan Indonesia untuk menjadi Pihak pada International Covenant on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik). Indonesia adalah negara hukum dan sejak kelahirannya pada tahun 1945 menjunjung tinggi HAM. Sikap Indonesia tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa meskipun dibuat sebelum diproklamasikannya DUHAM, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah memuat beberapa ketentuan tentang penghormatan HAM yang sangat penting. Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) selanjutnya disebut Deklarasi Universal HAM terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu economic and social rights dan civil and political rights. Kemudian, pada 1952, diputuskan untuk dibentuk ICCPR dan lCESCR. Yang memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, dan yang dimaksudkan sebagai acuan umum hasil pencapaian untuk semua rakyat dan bangsa bagi terjaminnya pengakuan dan penghormatan hak-hak dan kebebasan dasar secara universal dan efektif. Dalam PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (konvensi internasional tentang hak-hak sipil dan politik) menjelaskan bahwa hakikatnya bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Deklarasi tersebut memberikan pengakuan hak-hak dasar manusia di dalamnya, dijelaskan bahwa pengakuan atas hak-hak dasar manusia menjadi dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia. Lebih lanjutnya, dijabarkan bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh hukum guna menciptakan kebebasan untuk berbicara, beragama, kebebasan dari ketakutan. Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal HAM sebagai satu standar umum bagi keberhasilan untuk sernua bangsa dan negara, Deklarasi Universal HAM memiliki pengaruh kuat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada hukum yang mengatur hak-hak asasi manusia secara umum semenjak Deklarasi ini telah diadopsi kedalam konstitusi tertulis di 43 negara.

Secara hukum Indonesia telah meratifikasi kesepakatan internal itu dalam UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Konvesi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) tapi tidak dijalankan, terbukti bahwa hari ini kebebasan diresepsi terkhusus pada kasus Mural. Apalagi Mural disebut-sebut sebagai bentuk ancaman kepada pimpinan negara, oleh sebab itu Ius Constitutum dan Ius Constituendum ini tidak berjalan secara komprehensif, sehingga muncul kesan bahwa proses hukum seringkali tidak mampu menyelesaikan persoalan secara tuntas apalagi memberikan keadilan substantif bagi para pihak. Proses hukum lebih nampak sebagai mesin peradilan yang semata-mata hanya berfungsi mengejar target penyelesaian perkara yang efektif dari sisi kuantitas sesuai dengan tahap-tahap dan aturan main yang secara formal ditetapkan dalam peraturan. Produk ketentuan hukum yang dihasilkan oleh sumber hukum formal itu keseluruhannya merupakan suatu sistem. sistem adalah suatu susunan yang teratur dari elemen-elemen yang membentuk suatu kesatuan. Dalam hubungannya dengan hukum elemen-elemen itu adalah suatu ketentuan-ketentuan hukum yang merupakan produk sumber hukum formal yang berlaku dalam suatu kehidupan masyarakat. Kedudukan suatu ketentuan hukum dalam kehidupan masyarakat tergantung pada kedudukan ketentuan itu dalam sistem hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. dalam hukum progresif Satjipto Rahardjo, ilmu hukum progresif yaitu hukum adalah untuk manusia, sedangkan pada ilmu hukum praktis manusia adalah lebih untuk hukum dan logika hukum. Disinilah letak pencerahan oleh ilmu hukum progresif. Oleh karena ilmu hukum progresif lebih mengutamakan manusia, maka ilmu hukum progresif tidak bersikap submisif atau tunduk begitu saja terhadap hukum yang ada melainkan bersikap kritis.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments