spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaEdukasiPERANG DAGANG AMERIKA- CHINA BAGAIMANA DENGAN INDONESIA?

PERANG DAGANG AMERIKA- CHINA BAGAIMANA DENGAN INDONESIA?

DetailNews.id – PERANG DAGANG AMERIKA- CHINA BAGAIMANA DENGAN INDONESIA?

Penulis : Dicke Muhdi
(Peserta Advance Training HMI Badan Koordinasi RIAU- KEPRI)

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina kembali masuk pada season baru. Hal ini dimulai dengan kondisi dimana China membalas serangan yang dilakukan Amerika Serikat dengan adanya pemberlakuan tarif baru kepada barang yang bersumber dari AS yang di ekspor ke china. Efek yang muncul dari perang kedua Negara ini akan memberikan dampak pada perekonomian global yang melibatkan Negara- Negara lainnya.

Pertanyaannya sekarang adalah yang kita munculkan apa saja yang menjadi dampak dari perang ekonomi yang terjadi antara AS dengan cina terhadap Negara lain?. Namun sebelum kita masuk pada dampak yang ditimbulkan atau efek yang terjadi dari perang dagang ini mari kita ketahui arti dari perang dagang ini dulu. Didalam kamus ekonomi menerangkan perang dagang ini adalah sebuah konflik ekonomi yang ditimbulkan dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan impor yang dilakukan antar Negara.

Pembatasan import yang dimaksud antara lain seperti member peningkatan terhadap bea suatu barang yangmasuk, membuat larangan pada jenis barang tertentu untuk masuk dalam sebua Negara serta meningkatkan standart barang yang diimport menjadi lebih tinggi. Barang yang masuk harus melewati uji dulu untuk bisa mendapatkan sertifikasi tambahan.
Perang dagang juga termasuk dalam kategori yang perang nya dalam bentuk asimetris. Perang asimetris ini adalah model peperangan yang dikembangkan dari suatu proses berpikir yang tidak lazim. Dan sebuah model perang yang digunakan melakukan pembuatan aturan dari luar aturan perang yang berlaku dengan melibatkan aspek atau perpaduan antara trigatra- geografi-demografidan sumber-daya alam lainnya. Spektrum sasarannya lebih luas daripada perang konvensional sebab mencakup segenap aspek kehidupan.Strategi Neo-Kolonialisme, justru perang non-militer sekarang dinilai sebagai metode favorit para adidaya dalam rangka menancapkan kuku pengaruh dan kolonialismenya di negara-negara yang jadi target penaklukkan.

Perkembangan ekonomi tiongkok yang sangat besar mengantarkan tiongkok pada perubahan tingkatan social. Awalnya Negara ini beranjak dari Negara miskin sekarang menjadi sebuah Negara yang berkekuataan besar sehingga ini menjadi factor pendukung Negara cina untuk mencapai kesuksesannya dalam menguasai perdagangan dan pasar ekonomi internasional. China memiliki kesuksesan dibidang reformasi sitem perekonomian china dengan menggabungkan antara seni membuka pasar dengan terus melakukan dan tetap mempertahankan control Negara.

Upaya china dalam melakukan pembenahan terhadap sector domestic dan kebijakan luar negri yang menjadi factor penyebab terjadinya peningkatan korelasi dagang antar sebuah Negara- Negara seperti kanada eropa barat dan bahkan amerika serikat yang merupakan salah satu negara yang cukup kritis terhadap kebijakan China Kerjasama China dengan Amerika Serikat didak selalu berjalan mulus berukut Dinamika hubungan kerja sama Amerika Serikat dengan China. Dikutip dari (Badan Riset Nasional, BRN) perang dagang berada dalam kategori Perang nirmiliter karena dinilai sebagai model perang tidak lazim —non- militer— bahkan dalam praktik operasionalnya cenderung non-kekerasan. Spektrum sasarannya lebih luas daripada perang konvensional sebab mencakup segenap aspek kehidupan. Strategi Neo-Kolonialisme, justru perang non-militer sekarang dinilai sebagai metode favorit para adidaya dalam rangka menancapkan kuku pengaruh dan kolonialismenya di negara-negara yang jadi target penaklukkan.

Sementara Direktur riset CORE Indonesia Piter Abdullah dia menjelaskan ketegangan dagang antara AS dan China akan menyebabkan perlambatan ekonomi global semakin dalam. Dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat-China yang merusak tidak hanya memberikan sentimen negatif terhadap kegiatan dagang global tetapi turut meningkatkan risiko perlambatan pertumbuhan dunia. Merujuk dari apa yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bahwa perang dagang yang berkepanjangan telah memicu kondisi ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif. “Berbagai negara termasuk Indonesia sedang menghadapi dan berupaya untuk mengatasi berbagai tantangan yang disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif,”.

Perang dagang ini menimbulkan sebuah resiko yang telah terjadi juga di berbagai Negara lain yang dampaknya akan meningkatkan risiko geopolitik namun akan member keterlambatan pada ekonomi global. Sehingga efek dari perang dagang ini akan membuat harga barang semakin rendah ketika diperdagangkan secara global, karna jelas kita ketahui dengan perang dagang ini kondisi permintaan global akan menurun. Dalam perdagangan ini akan memicu pada eskalasi perang dagang yang pada Indonesia sendiri akan dipersulit dalam mendorong ekspor. Karna Indonesia akan dijadikan sebagai sasaran untuk penetrasi dan netralisasi penyaluran barang-barang impor karna adanya keterbukaan perekonomian di Negara kita Indonesia ini.

Terhambatnya ekspor dan peningkatan impor mengakibatkan neraca perdagangan akan terus berpotensi defisit. potensi melambatnya ekonomi di masing-masing negara bisa direspons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar dengan tujuan mencegah resesi mendorong pertumbuhan ekonomi. Pelonggaran moneter diwujudkan dengan suku bunga yang lebih rendah. Kebijakan moneter bank sentral global akan lebih dovish. Kondisi ini mendorong aliran modal global menuju negara-negara yang menawarkan yield yang tinggi termasuk ke Indonesia. Dampaknya tekanan pelemahan rupiah akan berkurang. Ada potensi rupiah kembali menguat. Lantas “Apa yang harus dilakukan pemerintah? Dengan risiko nilai tukar yang lebih mild, pemerintah dan BI bisa memberikan stimulus perekonomian agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih terpacu,”.

Sebelumnya ketegangan dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China makin panas. China akan mengenakan tarif bea masuk kepada barang-barang impor asal AS senilai US$ 75 miliar, dan juga mematok tarif tambahan sebesar 10% dari ketentuan yang sudah berlaku untuk setiap barang yang masuk. Produk AS yang akan dikenakan tarif tambahan oleh China adalah produk pertanian seperti kedelai, minyak mentah dan pesawat kecil. Tak tanggung-tanggung China juga akan mengenakan tarif untuk mobil dan suku cadang dari AS.

Pengaruh perang dagang tidak hanya berdampak pada perlambatan ekonomi dunia namun juga terhadap perdagangan internasional dan harga komoditas yang menjadi tidak menguntungkan, termasuk bagi Indonesia. sikap bank sentral dunia yang harusnya menjadi lebih dovish mengacu pada tren suku bunga rendah serta suntikan likuiditas untuk mendukung pasar keuangan. Namun pada saat yang sama terjadi volatilitas aliran modal asing dan nilai tukar yang relatif menjadi lebih tinggi sehingga perlu dilakukan penguatan stabilitas dan ketahanan ekonomi.

Perdagangan Global yang terjadi seperti ini dapat mengakibatkan kondisi perekonomian global menjadi lesu yang akan menyebabkan ekonomi anjlok sehingga dikhawatirkan ekonomi dunia akan terkena resesi. Indonesia Sendiri akan merasakan efek dari perang dagang ini diantaranya seperti ekspor komoditas Indonesia ke AS dan China akan menurun dan Indonesia sendiri akan dibanjiri oleh produk AS dan China sehingga deficit neraca perdagangan Indonesia akan semakin besar.

Kondisi seperti ini membuka peluang investasi akan sangat terbuka lebar. Ini dapat kita lihat dari tingginya tariff yang dikenakan oleh AS terhadap produk china dan ini pengusaha akan melirik Negara lain yang tidak terlibat dalam perang dagang ini untuk merelokasikan investasi mereka. Pada kondisi seperti ini Indonesia berpeluang menjadi salah satu Negara pilihan untuk mereka para pengusaha dalam menanam dan merelokasikan investasinya. Untuk itu dalam memberikan keyakikan kepada investor dan memenangkan hati mereka Indonesia sendiri harus bersaing dengan Negara seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Dalam hal ini Negara seharusnya member insentif kepada mereka para pelaku yang mengonsumsi barang- barang dari tiongkok sebagai bentuk reward bagi mereka yang pada dasarnya sebagai pelaku konsumtif. Kondisi perang dagang antara AS dan China ini juga Indonesia harus mampu mengambil peluang substitusi dari produk tiongkok yang terkena tariff dari AS, sehingga akan menjadi peluang keuntungan yang besar bagi Negara kita, mengingat dinegara kita pelaku konsumtif masih sangat tinggi.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisment -spot_imgspot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments